Dari mengoperasikan Cessna berpiston tunggal ke 11 pesawat bertenaga turbin, Associated Mission Aviation (AMA) telah tumbuh dan berkembang pesat selama bertahun-tahun. Cukup mengagumkan bahwa awal dari AMA dapat ditelusuri kembali ke sebelum Perang Dunia II. Pada saat pastor dan suster Gereja Katolik melaksanakan misi mereka untuk mengkonversi, mendidik, dan merawat penduduk lokal dimana dulu disebut sebagai Guinea Baru Belanda, mereka segera menyadari bahwa transportasi udara akan menyediakan akses yang lebih cepat dan aman ke desa-desa terpencil di pedalaman pulau. Pada Oktober 1935, pertemuan formal pertama diadakan di Amsterdam untuk membahas secara resmi pesawat misi. Sumbangan waktu, uang, dan ruang kantor mulai berdatangan, tetapi hanya pada September 1945, dorongan untuk sebuah pesawat misi dimulai dengan sungguh-sungguh. Akhirnya, pada tanggal 23 Mei 1959, pesawat misi pertama tiba di Sentani.
Pada awalnya, pesawat diterbangkan oleh para pastor-pastor Fransiskan, yang dipilih dan dikirim ke sekolah penerbangan di luar negeri. Walaupun pastor-pastor yang di pilih mempunyai dedikasi yang luar biasa untuk misi, penerbangan dan penduduk lokal Papua, beberapa kecelakaan terjadi. Karena itu, segera diputuskan bahwa pastor-pastor lebih baik berkonsentrasi penuh pada tugas-tugas imam mereka, dan pilot profesional dipekerjakan untuk melakukan penerbangan. Pilot profesional pertama AMA dilatih oleh KLM Royal Netherlands Airlines dan dengan demikian mulai komitmen untuk profesionalisme, yang berlanjut hingga hari ini.
Pada tahun 1984, AMA merayakan ulang tahun perak (25 tahun). Direktur Blommaert, direktur AMA, mengumpulkan beberapa statistik.
Kami telah terbang selama 67.000 jam, melingkupi 13.400.000 km (8.375.000 mil), mengantarkan 120.000 penumpang, dan mengangkut kargo sebesar 15.500.000 kg (34 juta pon)
AMA Pilot Fransiskan, Pastor Henk Vergouwen, dan AMA Cessna 180 pertama
Pastor serta misionaris dari denominasi lain memainkan peran penting dalam pengembangan lapangan terbang di pedalaman Papua. Biasanya setelah memutuskan untuk menempatkan diri di daerah baru di pulau Papua, individu tersebut akan bekerja untuk mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari penduduk lokal. Setelah mempelajari bahasa lokal, tugas besar untuk membangun landasan pacu sering menjadi langkah berikutnya. Pada tahun 1960, pesawat AMA mengirimkan (air-drop) persediaan pertama untuk membangun landasan pacu di wilayah Paniai, di desa Modio. Sekarang banyak penduduk di seluruh Papua yang menjadi desainer ahli landasan pacu dan membangun landasan pacu baru sendiri sepanjang waktu. Pada tahun 2014, AMA membuka delapan landasan pacu baru di desa-desa yang sebelumnya tidak dapat diakses oleh udara. Beberapa situs baru ini berada di daerah yang sebelumnya diperlukan sampai 3 hari berjalan kaki untuk mencapai landasan terdekat.
Meskipun didirikan di bawah naungan Gereja Katolik di Papua, AMA sekarang sepenuhnya mandiri. AMA beroperasi di bawah Part 135 charter certificate dari 5 pangkalan di sekeliling pulau, dan masih berkomitmen penuh untuk melayani penduduk Papua di daerah terpencil.
Kedatangan di Sentani untuk penduduk Papua yang sakit, diterbangkan keluar oleh salah satu penerbangan Air Medevac AMA (kira-kira 1965).
Bandara Sentani di pertengahan tahun 1980-an. Panah menunjukkan hanggar AMA.